Di sepuluh hari kedua ramadhan tahun ini sepertinya akan menjadi salah satu waktu yang mengguratkan kisah yang sangat berarti dalam hidupku. Seperti layaknya Anak Baru Gege (ABG) yang sedang kasmaran, aku terantuk pada cerita yang banyak menghiasi hidup anak manusia itu. Ya, aku terperangkap dalam kisah asmara yang melarutkan diriku. Larut yang kurasakan begitu mendalam, seperti tanpa sadar aku melaluinya.
Seperti aku ungkapkan di atas dan bak cerita dalam sinetron (ceileh ...), perjalanan waktu yang kulalui bersama Rizka (begitu wanita yang dihadapkan Ilahi padaku ini biasa aku panggil) yang semula tanpa rasa, kini kusadari tidak lagi seperti itu. Yach, di awal perjalanan bersama ini aku belum merasakan arti kehadirannya bagiku. Aku belum merasakan beban yang berat apabila Rizka tidak di sini. Aku seolah tak peduli, dia ada atau tidak diperjalananku dan aku tetap berjalan...
Bagaimana mungkin aku berjalan dengan seorang perempuan yang aku tidak merasakan arti kehadirannya di hatiku? ....
Ya... Langkahku bersama Rizka lebih banyak didukung oleh pembimbingku, orang yang kujadikan bapak dan membantu arah perjalanan hidupku. Sekali lagi, bagaimana bisa ?
Jawabannya adalah b i s a !
Kamu mungkin pernah mendengar seseorang yang mencari ilmu di suatu majlis khusus, gambarannya seperti padepokan atau suatu perguruan klasik jaman dulu. Dimana nilai yang begitu kental pada situasi macam itu adalah kepatuhan seorang santri, sebut saja begitu, pada guru yang membimbingnya.
Namun aku tidak sepenuhnya demikian. Aku lebih condong bahwa orang yang mengarahkan aku kuanggap sebagai bapakku, memberi masukan-masukan untuk keputusan yang aku ambil, dan semacamnya. Termasuk perjalanan hidupku yang tertukil bersama sisian hidupku. 'Bapak' aku itu juga memberi masukan wanita yang menjadi partner perjalanan merangkai cerita cinta.
Nah, semacam itulah awal perjalanan cerita cintaku.
Namun setelah perjalanan ini mengulang tahun yang kesekian, ada rasa yang beda tumbuh dalam diriku. Ada rasa berat saat Rizka jauh dariku. Ada rasa kehilangan saat Rizka tidak menemaniku. Ada rasa .....
Semula aku tidak yakin dengan perasaan ini. Seorang teman sempat berceloteh sambil cekikikan, "witing trisno jalaran soko kulino iku ...."
Dan, pada saat aku merasakan begitu hebatnya rasa ini justru pada saat aku dan Rizka sudah tahu banyak perbedaan pandangan antara kami. Perbedaan yang sementara ini aku dan Rizka coba menepisnya.
Comments :
0 komentar to “Curhat Muslim, Kemanakah Angin Bertiup?”
Posting Komentar
Ketik komentar Anda, klik "select profile", pilih Name/URL, ketik nama Anda, klik "Lanjutkan", klik "Poskan komentar". Terima kasih atas kunjungan Anda